Dalam
esai ini saya akan membahas tentang puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko
Damono puisi ini ditulis oleh sang penyair sangat menyentuh dengan kata-kata
yang sederhana namun maknanya sangat luar biasa ini dengan menggunakan kajian
Stilistika dan Semantik. Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style
(dalam bahasa inggris). Style artinya gaya, dengan demikian stylistics dapat
diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya” (Kutha Ratna, 2013:1). Style
diindonesiaan dengan diadaptasikan menjadi ‘stile’ atau ‘gaya bahasa’, istilah
stylistics juga dapat diperlakukan sama, yaitu diadaptasi menjadi stilistika
(Nurgiyantoro, 2014:74).
Kajian
Stilistika Berasumsi pada pengertian stilistika, maka yang menjadi objek kajian
stilistika dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi keindahan penggunaan bentuk
kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi, leksikal, struktur, bahasa figuratif,
sarana retorika sampai grafologi. Selain itu, kajian stilistika juga bertujuan
untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa serta bagaimana pengarang
mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek khusus
(Nurgiyantoro, 2014: 75-76).
Istilah
semantik dalam bahasa inggris semantics berasal dari bahasa yunani sema yang berarti tanda atau lambang. Tanda
atau lambang yang dimaksud dalam istilah itu ialah tanda atau lambang linguistik
berupa fonem atau fonem-fonem (Suhardi, 2003:1) dalam esai ini saya merujuk
fonem dalam puisi “Hujan Bulan Juni”. Bentuk kebahasaan yang berupa fonem atau urutan fonem itu sering
disebut (signifiant):bunyi atau urutan bunyi yang dipakai untuk menandai
konsep, gagasan, ide, atau pengertian tertentu yang sering disebut pertanda dan
yang ditandai. Maka konsep, ide, gagasan, pengertian yang berada secara padu
bersama satuan kebahasan yang menjadi penandanya dengan mengusung bentuk,
makna, referen, arti, dan maksud dengan memperhatikan relasi serta bentuk makna
dan medan makna. (Suhardi, 2003)
Analisis setilistika dan Semantik puisi Hujan
Bulan Juni
HUJAN
BULAN JUNI
Sapardi
Djoko Damono
tak ada yang
lebih tabah
dari hujan bulan
juni
dirahasiakannya
rintik rindunya
kepada pohon
berbunga itu
tak
ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Dapat
kita lihat dengan jelas bahwa makna ketabahan seseorang yang merindukan kekasih
hatinya namun disembunyikan dan tidak diungkapkan. Makna yang tersirat disetiap kata yang ia
tuangkan dalam kalimat membuat sajak yang luar biasa syarat akan makna. Penyair
benar-benar mampu memilih setiap katanya, menempatkan setiap kalimat
membubuhkan paragraf dalam puisi yang sangat indah sehingga siapa saja yang
membaca mudah untuk memahaminya. Bahwa sebuah kerinduan yang dia simpan dengan
cinta yang tulus itu nyata meski tidak diungkapkan.
Hasil
analisis ketiga unsur yaitu unsur leksikal berupa bentuk sederhana pada
analisis berdasarkan tema.Tema pada puisi “Hujan Bulan Juni” adalah kerinduan. Tema
puisi dianalisis berdasarkan ketiga unsur, yaitu unsur leksikal, unsur rima,
dan unsur majas yang terdapat pada puisi.
Unsur
bunyi dalam puisi, pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagi berikut. Dilihat
dari segi bunyi itu sendiri dikenal adanya sajak sempurna, sajak paruh,
aliterasi, dan asonansi. Dari posisi kata yang
mendukungnya dikenal adanya sajak awal, sajak tengah, (sajak dalam), dan sajak
akhir. Berdasarkan hubungan antar baris tiap bait dikenal adanya sajak
merata (terus), sajak berselang, sajak berangkai, dan sajak berpeluk.
Kadang-kadang berbagai macam perulangan bunyi (persajakan) tersebut dapat
ditemukan dalam sebuah puisi.
Rima yang terdapat puisi di atas adalah
a-a-b-b. bisa kita lihat dari bait pertama puisi “Hujan Bulan Juni”
tak ada yang
lebih tabah a
dari hujan bulan
juni a
dirahasiakannya
rintik rindunya b
kepada pohon
berbunga itu b
Anafora
pada puisi Hujan Bulan Juni sangat tampak dan dominan. Dalam puisi tersebut
banyak menggunakan pengulangan kata, misal pada baris pertama, kedua, dan
ketiga menggunakan lari-larik serupa seperti pada kutipan sajak berikut ini: /
tak ada yang lebih tabah/dari hujan bulan juni (bait pertama), /tak ada yang
lebih bijak / dari hujan bulan juni (bait kedua), / tak ada yang lebih arif/
dari hujan bulan juni (bait ketiga)
Metafora
ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tida mempergunakan kata-kata perbandingan,
seperti tak ada yang lebih dan
sebagainya. Seperti yang terdapat di dalam puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi
Djoko Damono.
Puisi tersebut menjelaskan bahwa cara
untuk mencintai dan merindukan dapat diwujudkan dengan kata yang tak sempat
diucapkan ........begitu juga dengan bait selanjutnya.
Sebuah kata itu mempunyai dua aspek arti, yaitu
denotasi, ialah artinya yang menunjuk dan konotasi, yaitu artinya tambahan.
Denotasi sebuah kata adalah definisi kamusnya, yaitu pengertian yang menunjuk
benda atau hal yang lain diberi nam kata itu, disebutkan atau diceritakan.
Bahasa yang denotative adalah bahasa yang menunjuk kepada korespondensi satu
lawan satu antara tanda (kata itu) dengan (hal) yang ditunjuk. Dalam puisi “Hujan
Bulan Juni”/ dirahasiakannya rintik rindunya/kepada pohon
berbunga itu/. Dalam puisi tersebut kata sajak dijadikan sebuah
ungkapan kerinduan yang mendalam.
Barfield
mengemukakan bila kata-kata dipilh dan disusun dengan cara yang sedemikan rupa
hingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya itu disebut diksi puitis. Jadi, diksi itu untuk
mendapatkan kepuitisan, untuk mendapatkan nilai estetik. Untuk ketepatan pemilihan kata seringkali penyair
menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat,
bahkan meskipun sajaknya telah dipublikasikan, sering kali diubah kata-katanya
untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada baris atai kalimat yang diubah
susunannya atau dihilangkan.